KONSEP
DASAR DAN TAHAP-TAHAP APPRAISAL DALAM BIMBINGAN KONSELING
Oleh:
Lutfiatur
Rosidah (B93216117) , Yeny Nur Hidayatur Rohmah (B) dan Erwin Habib Qurtubi (B)
Mata
Kuliah Appraisal Konseling (B1) Semester
5
Bimbingan
Konseling Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikas, UIN Sunan Ampel Surabaya
PENGERTIAN APPRAISAL
Sebelum membahas secara khusus mengenai appraisal
dalam bimbingan dan konseling, pembahasan secara umum mengenai makna
“appraisal” akan dijabarkan terlebih dahulu. Penjelasan secara umum mengenai makna
appraisal yang dilihat dari penggunaan katanya dalam bidang kajian umum akan
lebih memudahkan mengambil pemahaman mengenai pengertian appraisal dalam
bimbingan dan konseling.
Dalam Collins English Dictionary menguraikan
beberapa arti kata appraisal yang secara umum dipakai dalam berbagai bidang
seperti dalam bidang ekonomi dan perbankan, diantaranya, appraisal adalah:
- The classification of someone or something with
respect to its worth.
Yakni klasifikasi atau pengelompokan terhadap
seseorang atau sesuatu dengan mempertimbangkan nilainya.
- A document appraising the value of something (as
for insurance or taxation).
Yakni sebuah dokumen penaksiran atas nilai sesuatu
(seperti untuk kepentingan asuransi atau pajak).
- An expert estimation of the quality, quantity,
and other characteristics of someone or something.
Yakni estimasi atau perkiraan seorang ahli tentang
kualitas, kuantitas, dan karakteristik lainnya dari seseorang atau sesuatu.
- The valuation of an object by someone
well-qualified or authorized to make such an assessment.
Yakni penilaian atas sebuah objek oleh seseorang yang
mempunyai kualifikasi yang baik atau punya otoritas untuk melakukan pengukuran.
Untuk
memudahkan pemahaman, penjelasan lebih luas tentang appraisal bisa dicontohkan
sebagai berikut: “seorang guru melakukan
appraisal terhadap nilai rapor siswa-siswinya untuk mengelompokkan mereka masuk
ke kelas unggulan atau kelas biasa”. Kegiatan menaksir oleh investor tersebut
merupakan sebuah appraisal.
Kegiatan
appraisal berupaya menggambarkan dan menunjukkan nilai sebuah obyek pada situasi saat itu.
Gambaran atau nilai pada suatu obyek tidak selalu sama dengan nilai/harga pada
umumnya di tempat lain dan belum tentu sama pada waktu yang lain. Hasil
penaksiran atau appraisal akan membantu seseorang dalam mengambil keputusan
selanjutnya.
Kalau
menggunakan makna-makna tersebut, maka appraisal dalam bimbingan dan konseling
secara sederhana dapat diartikan sebagi kegiatan penilaian dan penaksiran oleh
seorang konselor (yang sudah ahli) terhadap konseli yang meliputi berbagai
kondisi pribadi, keluarga dan lingkungan sekitarnya dalam rangka membantu
pelaksanaan layanan-layanan bimbingan dan konseling.
APPRAISAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Dalam uraiannya W. S. Winkel mengungkapkan bahwa appraisal merupakan
salah satu bentuk dari berbagai layanan bimbingan dan konseling di institusi
pendidikan.[1]
Layanan-layanan tersebut merupakan saluran-saluran formal dalam memberikan
pelayanan bimbingan dan konseling kepada konseli di sekolah dan di luar
sekolah.
Appraisal
merupakan layanan pengumpulan data yakni suatu usaha yang dilakukan oleh
konselor untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dan selengkap mungkin
tentang diri individu dan lingkungan yang relevan dengan keperluan pengembangan
individu.[2]
Kegiatan layanan pengumpulan data ini merupakan tahapan awal yang perlu
dilakukan dalam mendukung suksesnya kegiatan bimbingan dan konseling. Layanan
ini dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai data yang berkaitan dengan segala
aspek kepribadian dan kehidupan individu serta keluarga yang dilanjutkan dengan
kegiatan menganalisis
dan menafsirkannya.
Bentuk-bentuk
layanan bimbingan dan konseling bagi individu di lembaga pendidikan antara lain
berupa: 1) Layanan pengmpulan data (appraisal); 2) Layanan pemberian informasi
termasuk orientasi; 3) Layanan bantuan penempatan; 4) Layanan konseling; 5)
Layanan pengiriman (referral); 6) Evaluasi program serta tindak lanjut.[3]
Layanan-layanan ini tidak hanya berhubungan dengan atau diberikan kepada
konseli di sekolah saja, namun orang tua atau anggota keluarga serta lingkungan
sekitar juga dapat menjadi sasaran serta memanfaatkan layanan bimbingan dan
konseling.
Jadi,
appraisal dalam bimbingan dan konseling
adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh konselor untuk memperoleh data dan
informasi tentang individu/konseli, kemudian menganalisis dan menafsirkan data
serta menyimpan data itu. Tujuan pengumpulan data tersebut adalah untuk
mendapatka pemahaman yang lebih luas, lebih lengkap dan lebih mendalam tentang
individu/konseli guna membantunya mendapatkan pemahaman akan dirinya sendiri.
Istilah
pengukuran dalam dunia pendidikan dan konseling dikenal juga beberapa istilah
antara lain evaluasi, measurement, assessmen dan appraisal. Penggunaan
istilah assessmen dan appraisal lebih sering digunakan dalam bimbingan dan
konseling. Kedua kata ini kadang dipergunakan secara bergantian untuk
menunjukkan pada maksud yang sama, meskipun ada juga beberapa ahli yang kadang
membedakan arti dan penggunaan kedua istilah ini. Prayitno[4]
bahkan menggunakan istilah yang lain lagi untuk kegiatan pengukuran dalam
bimbingan dan konseling, yakni menggunakan istilah instrumensi. Penggunaan
istilah instrumensi lebih dipilih bagi istilah kegiatan pengukuran dalam
bimbingan dan konseling karena biasanya konselor menggunakan berbagai instrumen
pengumpulan data baik pada teknik tes seperti soal-soal tes maupun pada teknik
non-tes seperti instrumen pertayaan pada metode wawancara dan angket dan
instrumen pada sosiometri.
TUJUAN APPRAISAL
Pengumpulan
data merupakan langkah awal dalam kegiatan bimbingan dan konseling di lembaga
pendidikan. Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah kebutuhan konseli dan
mengukur serta menafsirkan keinginan, sikap serta tingkah laku mereka. Data
yang terkumpul akan ssangat menentukan jenis masalah yang dihadapi individu,
setelah itu akan dapat ditentukan jenis layanan serta teknik bimbingan ddan
konseling yang dapat diberikan berdasarkan masalah yang ada.[5]
Selanjutnya
Winkel menjelaskan tujuan dari pengumpulan data ialah mendapatkan pengertian
yang lebih luas, lebih lengkap, dan lebih mendalam tentang konseli, serta
membantu konseli memperoleh pemahaman tentang dirinya.[6]
Hasil dari pengumpulan data akan membantu pelayanan bimbingan dan konseling
menjadi lebih ilmiah dan bersifat obyektif dibandingkan dengan kesan-kesan
subyektif dan spekulatif oleh konselor yang tanpa disertai pengumpulan data.
Hood
& Johnson seperti dikutip dalam tulisan Ratna Widiastuti menjelaskan bahwa
appraisal dalam bimbingan dan konseling memiliki beberapa tujuan,[7]
yaitu:
- Orientasi
masalah
Yakni
pengumpulan data untuk membuat individu atau konseli mampu mengenali dan
menerima permasalahan yang dihadapinya, tidak malah mengingkari bahwa ia
bermasalah. Tes biasanya digunakan untuk
meningkatkan sensitivitas terhadap hal yang berpotensi menimbulkan masalah pada
konseli. Dengan peningkatan kesadaran
mengenai kondisi dan permasalahan pada dirinya, konseli dapat tergugah untuk
mengatasi masalah tersebut. Dengan model pemecahan masalah konseli diharapkan
dapat menerima masalah sebagian dari hidupnya, dan konselor memberikan dukungan
dan cara pandang terhadap masalah.
- Identifikasi
masalah
Yakni
membantu konselor dan konseli dalam mengetahui masalah yang dihadapi konseli
secara mendetail. Tes dapat membantu
menjelaskan masalah yang dimiliki konseling secara lebih mendetail.
Misalnya ceklis pada alat ukur masalah
akan dapat mengukur tipe dan kedalaman masalah konseli, buku harian akan mengidentifikasi situasi
hati konseli dan kondisi yang menyebabkan masalah, atau inventori kepribadian membantu konseli
dan konselor memahami dinamika kepribadian yang mendasari situasi yang memicu
permasalahan. Identifikasi masalah ini
akan membantu konselor dalam meningkatkan komunikasi dengan konseli.
- Memilih
alternatif solusi
Tes
sebagai salah satu bentuk teknik appraisal dapat membantu konseli
mengidentifikasi beberapa alternatif solusi untuk memecahkan masalahnya.
Misalnya hasil tes inventori minat akan
dapat memberikan informasi kepada individu tentang alternatif pilihan karir konseli
yang lebih tepat sesuai dengan minatnya di masa datang. Kesesuaian pekerjaan dengan minat individu akan
meningkatkan perkembangan dan kinerjanya.
- Pembuatan
keputusan alternatif
Pelaksanaan
appraisal dapat juga dilakukan untuk mencari pemecahan masalah yang paling
tepat dan menguntungkan dengan mempertimbangkan konsekuensi yang paling rendah.
Tes misalnya, dapat membantu
konseli melihat kebaikan dan keburukan
alternatif solusi. Misalnya melihat data
yang menunjukkan hubungan antara hasil tes tertentu dengan keberhasilan di
tempat kerja, atau kertas kerja yang
menunjukkan perbandingan mengenai alternatif keberhasilan solusi berdasarkan
hasil tes.
- Verifikasi
Yakni
untuk menilai apakah layanan bimbingan dan konseling telah dilakukan sudah berjalan efektif dan
telah mengurangi beban masalah konseli atau belum. Misalnya, hasil suatu tes dapat memperlihatkan apakah
program atau perlakuan yang diberikan kepada konseli berhasil mengatasi
masalahnya atau tidak. Hal ini dapat
diukur dengan memberikan pre-test kepada individu pada awal perlakuan dan
post-test di akhir perlakuan. Melalui
hasil tes yang objektif, konseli dan konselor dapat melihat dengan jelas
seberapa besar keberhasilan atau kegagalan perlakuan (treatment) yang selama
ini telah dijalani oleh konseli.
MANFAAT APPRAISAL
Secara
umum himpunan data sangat bermanfaat dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling serta dapat juga dijadikan sebagai dasar untuk menentukan tindak
lanjut penilaian maupun pelayanan selanjutnya. Bimo walgito menyatakan
bahwa pengumpulan data merupakan suatu
hal yang penting dalam bimbingan dan konseling.
kegiatan bimbingan dan konseling baru dapat diberikan secara baik dan
tepat kalau data/keterangan individu
yang akan diberikan layanan telah diketahui secara lengkap.[8]
Laporan
atau data yang telah dihimpun dalam proses pengumpulan data akan sangat
membantu dalam upaya pemberian bantuan yang paling tepat dan paling
memungkinkan kepada individu dengan syarat laporan tersebut dapat berfungsi
dengan baik. Laporan atau data yang dihimpun memuat informasi atau gambaran
sistematik tentang pertumbuhan dan perkembangan individu atau konseling dalam
rentang waktu tertentu. ada tiga fungsi
dari himpunan data: 1) laporan
menyeluruh tentang keadaan individu atau konseling termasuk masalah yang
dialaminya; 2) kemungkinan pemberian
pengajaran secara efisien; dan 3)
bimbingan yang dapat diberikan kepada konseli.[9]
Himpunan
data harus tersusun secara sistematis, komprehensif, terpadu dan terjaga
keamanannya. hasil dari himpunan data
ini akan membantu guru BK atau konselor dalam memberikan bimbingan pribadi,
bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir.[10]
Data
yang perlu dihimpun oleh konselor dalam
upaya memberikan bimbingan pribadi kepada konseli antara lain: 1) sikap dan
wawasan konseli pada masalah keagamaan; 2) kekuatan dan kelemahan diri; 3)
bakat dan minat konseli.
Dalam
rangka memberikan bimbingan sosial, maka data perlu dihimpun dari konseli
adalah: 1) kemampuan berkomunikasi, menerima dan menyampaikan ide dan pendapat
secara logis, efektif dan produktif; 2) kemampuan berperilaku sesuai dengan
tata krama dan nilai-nilai agama; 3) hubungan dengan teman sebaya; 4)
penyesuaian hidup berkeluarga dengan kondisi dan peraturan sekolah.
Data
yang perlu dihimpun dalam rangka memberikan bimbingan belajar, antara lain: 1)
tujuan dan minat terhadap belajar; 2) sikap dan kebiasaan belajar; 4) penguasaan materi pelajaran dan keterampilan.
Dalam
rangka memberikan bimbingan karir maka data yang perlu dihimpun adalah: 1)
pilihan dan latihan keterampilan; 2) orientasi dan informasi pekerjaan yang
diinginkan oleh konseli; 3) orientasi dan informasi lapangan kerja sesuai
dengan pengembangan karir.
PRINSIP-PRINSIP DALAM APPRAISAL
Pengumpulan
data (appraisal) yang bermutu perlu diselenggarakan secara berkelanjutan,
sistematik, komprehensif, terpadu, bersifat tertutup dan bermanfaat.[11]
- Berkelanjutan
atau kontinyu
Pengumpulan
data harus dilaksanakan menurut suatu pola perencanaan dalam rangka keseluruhan
program bimbingan dan konseling dari jenjang tertentu sampai jenjang
berikutnya. Dengan demikian, individualitas seorang konseling menjadi tampak
utuh bersama dengan perkembangannya.
- Sistematik
Berarti
proses pengumpulan data terdiri atas beberapa bagian yang saling terkait untuk mencapai
satu tujuan. Dalam pengumpulan data, konselor menggunakan berbagai macam alat
pengumpul data sesuai dengan karakter data yang ingin dihimpun. Berbagai macam
alat pengumpul data tersebut saling terkait satu dengan yang lain dan menjadi
satu kesatuan dalam menangani permasalahan individu.
- Komprehensif
dan terpadu
Berarti
bahwa seharusnya pengumpulan data terhadap konseli tidak hanya mengandalkan
satu alat saja, tetapi sebaiknya menggunakan alat tes dan non-tes secara
terpadu dan saling melengkapi karena ada data yang hanya dapat diambil dengan
teknik tes dan ada data yang hanya dapat diambil Melalui teknik non-tes.
- Bersifat
tertutup
Artinya
bahwa hasil pengumpulan data harus dijaga kerahasiaannya dan dipergunakan hanya
atas kesediaan dan izin dari konseli serta tidak dipergunakan untuk membuka aib
konseli. Data konseli yang sampai bocor atau
terdengar ke pihak lain yang tidak berwenang lalu kemudian membuat
konseli malu akan dapat menyebabkan konseling trauma (kapok) dalam mengikuti
proses bimbingan dan konseling.
- Bermanfaat
Artinya
bahwa pengumpulan data harus dapat memberi keuntungan kepada konseli dan mampu
mendukung kepentingannya. Data yang dikumpulkan, disimpan dan ditafsirkan
sejauh yang dibutuhkan demi peningkatan diri individu. Pengumpulan data
seharusnya dilakukan bukan karena alasan administratif atau menghabiskan
program sehingga data yang menumpuk di lemari ruang konseling yang tidak
memberikan perubahan signifikan bagi konseli.[12]
Shertzer
mengemukakan prinsip-prinsip appraisal (termasuk tes)[13]
sebagai berikut:
1.
Penilaian haruslah
dilakukan bagi kepentingan individual.
2.
Penilaian tidak dicapai
pada jumlah dan derajat kebutuhan yang sama pada tiap-tiap konseli pada waktu
yang sama pula.
3.
Tidak ada metode atau
pemilihan tes tunggal dan prosedur yang sama pada tiap-tiap situasi.
4.
Praktek penilaian
mencakup antara pelajar individu dan lingkungan mereka.
5.
Penilaian membantu
individu secara bersama-sama, tidak terpisah-pisah pada tahap-tahapnya.
6.
Mengakui keterbatasan
pengukuran penilaian.
7.
Tujuan dasar penilaian
untuk meningkatkan pemahaman diri dan pengambilan keputusan.
8.
Data penilaian harus
dijaga di administrasikan dan diamankan dengan baik.
DATA
YANG DIKUMPULKAN DALAM APPRAISAL
Kegiatan
pengumpulan data dalam appraisal dimaksudkan untuk menghimpun berbagai
informasi dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan konseli
dalam berbagai aspeknya. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya
dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam kegiatan layanan sesuai dengan
kebutuhannya.
Data yang dihimpun ketika appraisal
dalam bimbingan dan konseling di sekolah antara lain: data pribadi konseli,
keluarga, sosial, budaya, agama, status ekonomi, prestasi, kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, ketahanan terhadap
masalah, ketekunan, dan sebagainya.[14]
Informasi dan data yang lengkap
tentang konseli akan membantu guru BK atau konselor dalam proses bimbingan dan
konseling. Data yang dihimpun dapat berupa data pribadi individu dan data lain
yang terkait dengan konseli. Secara umum
data yang diperlukan oleh guru BK atau konselor pada kegiatan appraisal dalam
bimbingan dan konseling[15]
antara lain:
- Data
tentang diri individu
a. Bakat
khusus
Yakni kemampuan untuk
mencapai prestasi tinggi di bidang tertentu saja. Alat tes yang digunakan untuk mengetahui
data ini adalah tes bakat khusus. Adapun alat non tes yang digunakan adalah
kartu pribadi yang memuat kolom dan informasi tentang hasil evaluasi belajar di
sekolah, yang memberikan indikasi tentang prestasi yang lebih tinggi pada bidang-bidang tertentu, dan salinan buku
rapor dari sekolah.
b. Riwayat
pendidikan
Data
ini meliputi jenjang jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh individu,
dalam waktu berapa lama pendidikan
ditempuh, dimana dan pada tahun ke berapa masuk dan keluarnya, dan keterangan
mengenai kesulitan-kesulitan belajar yang pernah dialami. Alat yang digunakan
dalam appraisal ini dapat berupa angket tertulis, wawancara, autobiografi dan
kartu pribadi.
c. Tingkat
prestasi studi
Data ini menggambarkan
prestasi dalam studi atau nilai pelajaran yang telah ditempuh yang mempunyai
relevansi bagi perencanaan pendidikan lanjutan dan jenis pekerjaan kelak
setelah selesai masa pendidikan. Alat tes yang digunakan adalah tes hasil
belajar yang telah distandarisasi. Alat non tes yang digunakan antara lain:
kartu pribadi yang membuat kolom prestasi
dan salinan buku rapor.
d. Taraf
kemampuan intelektual atau akademik
Yakni kemampuan individu
untuk mencapai prestasi akademik di institusi pendidikan yang erat kaitan nya
dengan kemampuan berfikir otak. Alat tes yang dapat digunakan untuk mengukurnya
adalah tes inteligensi. Adapun saat non tes yang dapat digunakan untuk melihat
kemampuan intelektual konseli adalah kartu pribadi dan salinan buku rapor.
e. Minat
studi dan bidang pekerjaan tertentu
Yakni kecenderungan individu
untuk tetap tertarik secara kontinyu
pada bidang tertentu. Alat tes yang dapat digunakan adalah tes minat. Alat non
tes antara lain angket tertulis, wawancara, dan kartu pribadi.
f. Pengalaman
di luar sekolah
Yakni kegiatan-kegiatan
yang diikuti oleh individu di luar sekolah yang meliputi kegiatan organisasi
kepemudaan dan pengalaman kerja. Alat non tes yang digunakan angka tertulis,
wawancara, otobiografi dan kartu pribadi.
g. Ciri-ciri
kepribadian
Adalah sifat,
temperamen, karakter, corak, kehidupan emosional, nilai-nilai kehidupan yang
dijunjung tinggi, kadar pergaulan dengan sesama teman, sikap dalam menghadapi
permasalahan dalam berbagai bidang kehidupan dan taraf kesehatan mental. Alat
tes yang digunakan adalah tes kepribadian. Alat non tes yang digunakan adalah
laporan anekdot, skala penilaian, angket, sosiometri, autobiografi, studi
kasus, laporan kunjungan rumah, kartu pribadi.
h. Kesehatan
jasmani
Yakni kegiatan kesehatan
individu pada umumnya, gangguan pada alat alat indera, dan penyakit serius yang
pernah diderita. Data kesehatan jasmani pada individu berkaitan dengan
kelancaran studi di sekolah dan untuk dikaitkan dengan rencana masa depan. Alat
pengumpul data teknik non tes yang dapat digunakan adalah angket/kuesioner,
wawancara, laporan kunjungan rumah, kartu pribadi, autobiografi dan laporan
petugas kesehatan/dokter.
- Data
tentang lingkungan individu
a. Latar
belakang keluarga
Data yang dikumpulkan
meliputi data tentang keadaan orang tua, taraf pendidikan orang tua, jumlah
saudara kandung dan saudara yang lain, taraf pendidikan saudara, taraf
perekonomian keluarga, dan suasana kehidupan dalam keluarga. Alat yang
digunakan dalam appraisal ini berupa angket tertulis, wawancara, laporan
kunjungan rumah, autobiografi, studi kasus dan kartu pribadi.
b.
Lingkungan teman sebaya
Data lingkungan teman
sebaya meliputi data yang berupa dengan siapa saja biasanya individu berteman
dan bermain, aktivitas aktivitas apa saja yang biasanya dilakukan bersama
teman-temannya di lingkungannya dan bagaimana sikap teman-teman sebayanya
kepada individu tersebut. Pengumpulan data di lingkungan teman sebaya dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, angket dan observasi.
c. Lingkungan
sekolah
Lingkungan
sekolah meliputi kondisi dan suasana sekolah, jarak antara sekolah dengan rumah
konseli, jumlah konseli di sekolah, fasilitas yang tersedia di sekolah,
pencahayaan di kelas selama pembelajaran, dan bagaimana suasana persaingan
antar teman serta pertemanan di sekolah. Pengumpulan data dapat menggunakan
wawancara, observasi, tes hasil prestasi, nilai rapor.
d. Lingkungan
pekerjaan
Data
pada lingkungan pekerjaan meliputi jenis pekerjaan individu yang meliputi berat
dan ringannya pekerjaan, suasana atau kompetisi di tempat kerja, lama waktu
dalam bekerja, fasilitas ditempat kerja dan sistem komunikasi antar pekerja.
TAHAPAN-TAHAPAN APPRAISAL DALAM BIMBINGAN DAN
KONSELING
Appraisal
dalam bimbingan dan konseling harus dilakukan
sesuai dengan proses perencanaan
yang matang dan harus melalui
tahapan-tahapan yang benar. Ketepatan dalam memilih alat dan teknik pengumpulan data akan membantu
para konselor untuk mendapatkan data yang sesuai dengan hal-hal
yang diperlukan.
Adapun
tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh konselor selama melakukan proses appraisal dalam bimbingan dan konseling antara lain
meliputi: 1)
Perencanaan; 2) Pelaksanaan; 3) Analisis data; 4) Interpretasi data; dan 5)
Tindak lanjut.
PERENCANAAN
Aspek-aspek
yang perlu diperhatikan oleh seorang konselor dalam tahap perencanaan antara lain:
1. Pemilihan
data
Salah
satu penentu keberhasilan dalam
bimbingan dan konseling
adalah kemauan dan kemampuan konseli sendiri. Dalam konseling, keputusan akhir
untuk pemecahan masalah
berada di tangan konseli. Konselor
bukan penasehat dan bukan pula
pengambil keputusan mengenai apa yang harus
dilakukan oleh konseli dalam
memecahkan
masalahnya.
Demi
keberhasilan proses bimbingan dan konseling, konseli dapat bekerjasama dengan
konselor untuk memecahkan masalahnya. Dengan bantuan konselor, konseli
diharapkan mampu memunculkan ide-ide pemecahan masalah, memiliki keberanian dan
kemampuan mengambil keputusan, mampu memahami diri sendiri dan mampu menerima
dirinya sendiri.
Berdasarkan
hal tersebut di atas, seorang konselor perlu menentukan dan menfokuskan
pengumpulan data pada salah satu atau beberapa aspek yang paling relevan dengan pemecahan
masalah pada diri konseli/individu.
Pemilihan
data yang ingin dihimpun akan memudahkan pemilihan instrumen dan penyiapan
item-item dalam instrumen. Ketika menggunakan teknik tes, tujuan pemilihan data
akan menentukan jenis tes, misalnya
tes prestasi berbeda dengan tes inteligensi.[16]
2.
Pemilihan instrumen
Seteiah
menentukan dan menfokuskan aspek yang dihimpun datanya, seorang konselor selanjutnya dapat memilih
alat-alat/instrumen
pengumpulan data yang paling tepat serta dapat menggandakannya sesuai dengan
kebutuhan.
Pemilihan
instrumen untuk diberikan pada situasi atau konseli tertentu dapat dilakukan
dengan memperhatikan dengan tepat tingkat validitas, realibilitas dan kepatutan
(appropriateness) dalam instrumen tersebut. Hal ini cukup beralasan, mengingat bahwa
secara umum validitas,
realibilitas dan keterkaitan instrumen dengan beberapa isu yang ada, akan
menjadi pertanyaan tersendiri bagi para konselor baik dari sisi legal maupun
etikanya, ketika mereka hendak mempergunakan instrumen/tes-tes tersebut dalam
usaha layanan vokasional, seleksi pendidikan, penempatan atau konseiing itu
sandiri.[17]
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam memilih instrumen yang tepat dalam appraisal vaitu:
a.
Kemampuan konselor
sendiri dalam menggunakannya
Sebagus apapun
instrumen yang akan dipakai dalam kegiatan appraisal, kalau konselor tidak menguasai prosedurnya tentu
tidak akan dapat menghimpun data secara maksimal. Konselor yang tidak mempunyai kemampuan
dapat bekerjasama dengan ahli lain yang lebih berkompeten dalam appraisal.
b.
Kewenangan konselor
Beberapa konselor
mempunyai kewanangan yang berbeda-beda sesuai dengan bidang keahlian dan izin yang
diperolehnya dalam melakukan penilaian atau tes. Tidak semua konselor mampu
mengadministrasi
data, menganalisis
data dan menafsirkannva. Oleh karena itu, kewenangan konselor periu
diperhatikan dalam tahap perencanaan pengumpulan data. Jangan sampai konselor melakukan
tahapan yang bukan kewenangannya.
c. Katersediaan
lnstrumen
Dalam kegiatan pengumpulan data,
tidak semua lnstrumen
mudah didapatkan, misalnya lnstrumen tes. Tidak banyak lembaga yang mempunyai
instrumen tes dan kalaupun ada lembaga yang punya, untuk mendapatkannya diperlukan syarat
tertentu. Oleh karena itu, perencanaan appraisal juga perlu mempertimbangkan instrumen yang
paling relevan dengan aspek yang digali
dan
mudah didapat/ tersedia
dengan mudah.
d.
Ketcrsediaan waktu
Jika misalnya konselor
mempuyai waktu yang sempit, maka penggunaan angket Iebih cepat dart pada
wawancara terhadap konseli. Pemilihan
instrumen dengan mempertimbangkan waktu akan dapat memudahkan pengumpulan data.
e.
Ketersediaan dana
Beberapa instrumen
memerlukan dana yang besar dan instrumen lain hanya membutuhkan dana yang kecil. Konselor perlu mempersiapkan dana yang sesuai dengan kebutuhan
appraisal agar menggunakan lnstrumen yang sesuai sehingga mendapat informasi yang
relevan. Jangan sampai
hanya karena tidak
mampu mengadakan lnstrumen yang mahal,
lalu konselor memakai
instrumen seadanya yang tidak relevan dengan tujuan pengumpulan data.
3. Penetapan
waktu
Kapan
appraisal dilakukan juga harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. Penetapan
waktu appraisal erat sekali kaitannya dengan keberhasilan pelaksanaan
appraisal. Dengan adanya penetapan waktu, maka akan membantu dalam mempersiapkan Instrumen,
tempat, waktu pengadministrasian, dan analisis serta Interpretasi data.
Penetapan
waktu menjadi sesuatu yang panting,
karena konselor tidak seIalu bekerja sendirian
yang bisa menggunakan waktu sesukanya, apalagi
jika konselor harus bekerjasama orang lain, misalnya psikolog yang mempunyai
kewenangan dalam tes psikologi, inteligensi,
inventori kepribadian dan tes
minat.
4. Validitas
dan reliabilitas
Apabila
instrumen yang digunakan oleh guru BK adalah buatan sendiri atau dikembangkan
sendiri, maka instrumen itu perlu diuji validitas dan reliabilitasnya, karena
syarat mutlak dari instrumen appraisal adalah vaIid dan reliabel.
Namun
apabila, konselor
menggunakan instrumen yang sudah terstandar, maka tidak perlu lagi dipermasalahkan karena
dimungkinkan akan dapat mengumpulkan data dengan lebih sesuai dengan keadaan
sebenarnya.
PELAKSANAAN
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan appraisal yaitu bahwa pelaksanaannya
harus sesuai dengan manual/aturan seharusnya pada masing-masing instrumen.
Pelaksanaan yang asal-asalan dan tidak mengikuti prosedur bisa saja memungkinkan data yang
terkumpul tidak
valid.
Manual
instrumen dalam pelaksanaan appraisal dalam bimbingan dan konseling biasanya
memuat beberapa hal, yaitu antara lain:
1. Tata
cara mengerjakan instrumen
Pada
teknik tes, tata cara
mengerjakan instrumen disertakan untuk memandu penyelenggara maupun individu
yang dites. Pada teknik non-tes, tata cara mengerjakan instrumen bisa berisi
tahapan-tahapan yang harus dijalani oleh konselor dalam proses pengumpulan data;
2. Waktu
yang digunakan untuk mengerjakan atau yang diperlukan dalam appraisal;
Beberapa
tes psikologi mengharuskan testee (orang yang dites) untuk mengerjakan tes
dalam batasan waktu tertentu, karena ketika tes dikerjakan dalam waktu terbatas
(terlalu sempit) dan kondisi santai (atau terlalu lama) bisa memunculkan hasil
yang interpretasinya berbeda dengan penuunaan waktu yang ditentukan.
Teknik
non-tes juga perlu memperhatikan waktu. Wawancara misalnya, data yang diperoleh pada saat jam-jam sibuk tentu barbeda dengan saat santai.
Observasi misalnya, perlu memilih
waktu yang tepat agar konselor mendapatkan data dari individu yang menarik guna
membantu bimbingan dan konselinz lebih tepat.
3. Kunci
Jawaban;
Pada
teknlk tes, kunci Jawaban dan pedoman penskoran harus tersedia agar hasil tes
tidak disalahartikan,
apalagi jika
yang melaksanakan tes bukan ahlinya.
Pada teknik non-tes tidak diperlukan kunci
Jawaban. Namun juga diperlukan
pedoman penilaian yang berisi ukuran atau tingkatan nilai, misalnya pada lembar
observasi
4. Cara
menganalisis;
Cara
menganalisis berarti cara mengelola
data yang telah dihasilkan dari pengumpulan data
5. Interpretasi;
Yaitu
cara menafsirkan data yang telah diperoleh
untuk kemudian dapat dijadikan dasar tindakan selanjutnya.
ANALISIS DATA
Analisis
data dilakukan dengan mengikuti petunjuk yang ada dalam manual masing-masing
instrumen pengumpul data. Metode analisis data appraisal dalam bimbingan dan konseling
bergantung pada data yang diperoleh, apakah termasuk data kualitatif atau
kuantitatif.
Data
kualitatif dianalisis dengan analisis
kualitatif misalnya deskriptif naratif, misalnya
data yang diperoleh dengan teknik wawancara, observasi, kunjungan rumah dan lain-lain.
Langkah-langkah
yang perlu dilakukan konselor/guru
BK dalam analisis data kualitatif, antara Iain:
1. yakinkan
semua data telah tersedia;
2. buatlah
salinan data untuk mengantisipasi jika data hilang;
3. aturlah
data dalam judul dan masukkan
dalam file;
4. gunakan
sistem-sistem kartu dalam map; periksa kebenaran hasil pengumpulan data.
Data
kuantitatif dapat dianalisis
dengan menggunakan statistik.
Dalam bimbingan
konseling, statistik biasanya digunakan untuk
analisis data hasil tes psikologi, misalnya tes inteligensi, tes bakat dan
minat. Dewasa ini, program statistik dapat dengan mudah dilakukan dengan
bantuan komputer, seperti program excel, USREL, SPSS, dan sebagainya.
INTERPRETASI
DATA
Interpretasi
adalah upaya mengatur dan menilai fakta, menafsirkan pandangan, dan merumuskan
kesimpulan yang mendukung. Penafsiran harus dirumuskan dengan hati-hati, jujur
dan terbuka. Penafsiran/interprestasi bisa juga diartikan sebagai kesan yang
berikan oleh konselor berdasarkan apa yang dilihat dan didengar ketika mengumpulkan
data.
Beberapa
hal yang harus ada dan mendapatkan perhatian dalam interpretasi data, yaitu:
1. Kompanen
untuk menafsirkan/interpretasl hasil analisis data.
lnterpretasi
berarti menilai objek appraisal dan menentukan dampak dari appraisal tersebut.
2. Petunjuk
untuk menafsirkan analisis data
Kegiatan
interprestasi data harus melewati beberapa tahapan yang akan membantu dalam
menyimpulkan arti dari semua data. Tahapannya meliputi:
a. Refleksi
perasaan; konselor tidak jauh dari apa yang dikatakan konseli.
b. Klarifikasi; menjelaskan apa
yang tersirat dalam perkataan konseli.
c. Refleksi;
penilaian konselor terhadap apa yang dlungkapkan konseli.
d. Konfrontasi;
konselor membawa kepada perhatian dan perasaan konseli tanpa disadari.
e. lnterprestasi;
konselor memperkenalkan konsep-konsep hubungan yang berakar dari pengalaman.
TINDAK
LANJUT
Yang dimaksud dengan tahapan tindak lanjut dalam
rangkaian tahapan appraisal konseling adalah rupaya yang dilakukan oleh
konselor dalam menindak lanjuti hasil interpretasi data.
Beberapa kegiatan yang perlu diperhatikan dalam tahap
tindak lanjut adalah apakan konseli perlu mendapatkan perlakuan (treatment)
tertentu, apakah konseli perlu melakukan konseling lanjutan dengan memfokuskan
aspek yang berbeda, atau bahkan bisa jadi konseli perlu mendapat rujukan kepada
pihak ketiga.
Rujukan pihak ketiga diperlukan jika konselor yang
bersangkutan tidak mempunyai kewenangan atau tidak mempunyai kemampuan untuk
menangani masalah konseli.
[1] W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan
(Jakarta: Grasindo, 1991), hal. 225.
[2] Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah
(Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 77.
[3] Ahmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai
Latar Kehidupan (Bandung: Reflika Aditama, 2006), hal. 19.
[4] Prayitno dan Eman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling
(Bandung: Rineka Cipta, 1999), hal. 315-317.
[5] Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004), hal. 14.
[6]W.S. Winkel S.J., Bimbingan..., hal.225.
[7] Ratna Widiastuti, Asesmen dan Instrumen untuk Melakukan Asesmen
dalam Bimbingan dan Konseling, (http://blog.unila.ac.id/ratnawidiastuti/2010/11/12/asesmen-instrumen,
diakses
[8] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir)
(Yogyakarta: Andi Offset, 2010), hal.61.
[9] Tarmizi, Peranan Himpunan Data dalam Pelayanan Konseling
Kelompok di SMA Negeri 2 Medan
(http://wacanaislam.blogspot.com/2008/05/peranan-himpunan-data-dalam-pelayanan.html
diakses 9
September 2018).
[10] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 233-234.
[11] Tarmizi, Peranan Himpunan Data ...
[12] W.S. WinkelS.J., Bimbingan..., hal. 226.
[13] Bruce Shertzer dan and Shelley C. Stone, Fundamentals of
Guidance, 4th ed. (Boston: Houghton Mifflin Company, 1981), hal. 264-265.
[14] Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling..., hal.
19.
[15] Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah
(Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 77-80.
[16] Lewis R. Aiken dan
Gary Groth-Marnat, Pengentasan dan Pemeriksaan Psikologi, ter. Hartati
Widiastuti (Jakarta: Indeks, 2008), hal. 26.
[17] Sugiyatno, “Testing
dalam Bimbingan dan Konseling”, Paradigma, 01 (Januari, 2006), hal. 97.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar